05 September, 2011

Sandy Season 4 Episode 3


Malam harinya, merekapun segera bersiap-siap ke Jakarta. Di rumah Sandy ia memasukkan semua persenjataan dan perlengkapan lain ke dalam gulungan. Lalu memasukkannya kedalam tas bersama semua pakaian yang akan dibawanya. John, Nadine, Rista, dan Mistinpun juga demikian, meski yang harus dibawa juga banyak, namun mereka memasukkannya kedalam gulungan agar tidak memenuhi isi tas. Sayangnya tidak demikian oleh Fadly dan ayahnya, Indra, dan Rully. Mereka hanya memasukkan senjata-senjata mereka ke dalam gulungan. Sedangkan perlengkapan lain dimasukkan kedalam koper dan tas ransel yang cukup besar bersama gulungan-gulungan yang berisi senjata-senjata tadi. Bahkan mereka juga membawa semua pakaian yang akan mereka pakai di Jakarta, terutama Tobi dan Gaara. Namun, Aji lain sendiri. Ia cukup membawa pakaian, Laptop dan gulungan yang ia perlukan saja. Ibu Ratih juga sudah bersiap-siap dengan perlengkapan yang ia perlukan nanti.
Keesokan harinya, mereka telah bersiap menuju ke Jakarta. Mereka hanya tinggal menunggu Bus yang akan mengantar mereka ke Bandara Supadio. Disaat itu juga, Ibu Rina juga sedang membawa bahan makanan ke desa.
“Fadly, Akbar, kalian ini mau ke Jakarta atau mau pindah rumah?” sindir Ibu Rina sedang lewat.
“Rina, wajar saja, mereka ‘kan baru pertama kali menjalankan misi di Jakarta. Dulu kak Panji, Ajeng, dan Herry juga demikian.” Sergah Ibu Ratih.
“Iya juga ya...” jawab Ibu Rina.
“Ibu Ratih, semuanya, Bus Pak Ahmad sudah datang loh.” Kata John mengingatkan.
Akhirnya bus yang dimaksud juga datang, merekapun segera naik dan duduk di tempat yang sudah disediakan. Selama perjalanan, Fadly selalu memotret apa saja yang terlihat menarik baginya. Perjalanan sempat terhenti saat Indra ingin buang air kecil, tapi seluruh toilet umum dipakai semua teman-temannya. Iapun akhirnya memilih buang air kecil di bawah semak belukar. Perjalanan dilanjutkan, namun saat akan meninggalkan Mempawah, Fadly merasa mabuk perjalanan.
“kasihan. saking inginnya ke Jakarta, Dia sampai lupa sarapan.” Keluh ayahnya.
“aku saja juga sama seperti Fadly, waktu aku berusia 6 tahun. Tapi saat itu kan waktu aku akan ke Pontianak.” Cerita Sandy.
Namun tiba-tiba, Fadly merasa mual dan ingin muntah. Agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, John menyodorkan kantong plastik hitam pada Fadly. Benar saja apa yang dikhawatirkan John. Fadly muntah di dalam kantong yang ia berikan tadi, Aji yang berada di sebelahnya merasa jijik dan meminta Sandy menukar tempat duduknya. 6 jam perjalanan berlalu, dan akhirnya mereka tiba di Bandara Supadio jam 10.03 pagi. Namun, mereka harus menunggu rute Pontianak-Jakarta yang akan dimulai jam 10.30. Akhirnya Rute itupun tiba dan merekapun segera menyodorkan tiket pesawat yang sudah mereka pesan sebelumnya. Merekapun menuju pesawat yang dimaksud dan pesawatpun lepas landas tepat jam 10.30. selama berada di pesawat, Fadly terus saja memotret. Saking asyiknya menikmati pemandangan dari atas langit. Mereka tidak menyadari kalau Sandy dan Fadly kembali mabuk perjalanan.
“kalian bertiga baru naik pesawat ya?” tanya seorang pramugawan menghampiri mereka.
Mereka hanya mengangguk.
“tolong Ibu yang dibelakang awasi mereka. Kalau ada apa-apa, sodorkan sesuatu yang mereka perlukan.”
Tiba-tiba Sandy dan Fadly merasa mual, John dengan cepat menuliskan sesuatu yang mereka minta.
“ADA YANG PUNYA KANTONG KERTAS ATAU KANTONG PLASTIK HITAM???”
Melihat tulisan itu, seorang anak kecil menyodorkan banyak kantong plastik pada John.
“terima kasih dik. Ini kantongnya kak, Ly.” Kata John sambil memberikan kantong plastik itu pada Sandy dan Fadly. Tetapi.... ya ampun, Sandy dan Fadly muntah jauh lebih parah dibanding saat masih berada di bis.
4 jam kemudian akhirnya mereka tiba di bandara Soekarno-Hatta. Walaupun kondisi Sandy dan Fadly sudah baikan. Namun efeknya malah terlambat dirasakan oleh Aji.
“yeee...baru keluar dari pesawat malah dia yang mabuk.” Gerutu Nadine.
“sebelum pesawat mau berangkat ke Jakarta, John tadi nelpon Sheila cs minta jemput di Bandara. Tapi katanya...”
Fadly melihat Sheila cs dari arah jam 3. Begitu juga Sanny yang melihat Sandy cs kebingungan karena sedang menunggu jemputan. Richiepun memanggil mereka,
“kak Sandy, kami berada di arah timurlaut!!!” sahut Richie.
Mendengar sahutan Richie, Fadly dengan cepat mengetahui dimana Sheila cs.
“kak John, kak Sheila ada disana, di sebelah taksi yang...itu dia!!!” sigap Fadly melambaikan sambil melihat mereka juga melambaikan tangan.
Melihat lambaian tangan Sanny, Ibu Ratih segera menyuruh Sandy cs mengambil semua tas yang mereka yang berada di troli dan segera menemui Sheila cs.
“Hello, Sandy. Welcome to the Jakarta. We heared, your team as received the new Missions. Are you sure?” tanya Sheila.
“yeah, This is laws Missions.” Jawab Sandy.
“soalnya misi ini diberikan Instansi hukum.” Kata Fadly.
“Begitu..” miris Richie.
“Sandy dan Sheila cs segera naik ke bis.” Kata Pak Sonny, kepala desa Mutiara Petir.
Tanpa pikir panjang lagi, merekapun segera naik ke bis. Bis-pun perlahan meninggalkan bandara, dan segera menuju ke desa Mutiara Petir tempat markas Sheila cs di Penjaringan, Jakarta Utara. Sayangnya, Desa Mutiara Petir sulit dijangkau kendaraan Roda enam seperti bis yang mereka tumpangi. Namun syukurlah ada sepeda motor milik Sheila cs yang terparkir di Pos Kamling. Merekapun tiba di desa Mutiara Petir yang mayoritas mempunyai clan seperti Desa Kijing di Singkawang. Dan merekapun mengikuti Sheila cs untuk mengetahui dimana Markas mereka. Olala, seperti di desa Kijing, ternyata markas Sheila cs juga berada di tepi Pantai. Hanya saja pantai berpasir putih dengan sampah ranting pohon bakau yang bertebaran dimana-mana, sedangkan di Desa kijing merupakan pantai yang berpasir karang dan bersih dari sampah.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar