12 Januari, 2013

A Journey Of TMZI : 4. Hari Pertama (Part. 2)


“Dila, kenapa kamu selalu ada di pikiranku…??” gumam Axel sambil berenang membawa karang yang akan ditanam.
“Axel!! Didepan kamu!!” teriak Yasinta dari tepian.
“AGH!” ringis Axel menabrak Khalil yang juga menanam karang.
“Axel? Kamu kenapa?” tanya Khalil mengelus dadanya yang tertabrak Axel.
“Kok kamu nggak bilang ada kamu disini?” kata Axel balik bertanya.
Karena sudah tidak tahan dengan semua itu, akupun langsung pergi meninggalkan mereka semua. Melihat kejadian itu, Fisha kesal pada Axel.
“Axel! Kamu apain dia?” kesal Fisha.
“Apa yang ada di pikiran kamu Axel? Tolong ceritakan!” paksa Amir.
“AAAAKH!!” sahut Axel berenang ke tepi menyusulku.
“Sejak kapan mereka berdua menjadi seperti itu?” tanya Panji.
“Entahlah, awal kami bertemu. Mereka tidak seperti itu.” Jawab Yasuhiro heran.
Namun, tiba-tiba Khalil mengatakan sesuatu pada Yasuhiro dan Panji. Setelah dijelaskan secara empat mata. Mereka akhirnya tahu kenapa jika bertemu Axel, aku jadi sulit untuk mengontrol diriku.
“Mungkin karena tidak terbiasa berjalan jauh seperti ini. mereka jadi seperti itu…” kata Yasuhiro mengira-ngira.
“Pokoknya setelah kembali ke Camp, aku harus bicara pada mereka berdua.” Jelas Panji.
Yasuhiro hanya terdiam mendengar Panji akan menginterogasi kami yang sedang bertengkar hebat di hutan. Sementara kami terus bertengkar hanya karena masalah kecil yang membuat energi kami habis. Lalu 4 menit setelah kami bertengkar…
“Maaf, Dil. Aku…” ucap Axel.
“Kamu ini… sudah! Jangan dekati aku!!” potongku kasar.
“Lho, aku tak bermaksud…” kata Axel kaget campur menyesal.
“Apa?” tanyaku lebih kasar.
“Sudahlah….” Lalu Axel pergi meninggalkan aku. Lalu aku duduk di batang pohon di tepian pantai dan menyesal karena telah kasar padanya.
“Kenapa aku bisa sekasar itu padanya? Apa aku salah? Ya Allah, pertanda apa ini?” tanyaku dalam hati.
Tiba-tiba Panji memanggilku. Akupun segera menemuinya dan menjelaskan semuanya pada Panji. Panji hanya terdiam, lalu dia memegang pundakku.
“Katakan padaku dengan jujur, apa kau memiliki perasaan padanya?” tanya Panji padaku dengan halus. Aku hanya mengangguk sementara Yasuhiro menenangkan hati Axel yang terlanjur tertusuk.
“Dia wanita, Axel. Kalau lelaki aku biarkan kau bertengkar dengan alasan yang jelas. Minta maaflah padanya, kau membuat hatinya remuk.” Kata Yasuhiro dengan perasaan pada Axel.
“Kamu harus bisa, Dila. Hapus perasaan jelek yang ada dalam dirimu.” Kata Panji menyemangatiku.
“Dia mungkin tidak sengaja. Minta maaflah padanya…” tambah Peni dan Satia.
“Anggap saja kau memaafkan orang-orang yang menyayangimu, Axel.” Jelas Yasuhiro menghapus airmata Axel.
Lalu Axel datang, dan menghampiriku.
“Dila….” Ucap Axel merasa bersalah.
“Aku tahu. Apa yang kau rasakan. Kau ingin minta maaf ‘kan?” kataku pelan.
Dia hanya mengangguk setuju mendengar aku mulai pelan. Lalu dia memelukku dengan penuh perasaan. Mungkin ia teringat saudaranya di rumah, atau ibunya, pikirku.
“Nggak apa-apa. lain kali jangan emosi dulu…” kataku tulus.
“Makasih kamu udah maafin aku!!” isak Axel terus memelukku hingga aku sulit untuk bernapas.
“He… tapi tolong lepasin. Biasa aja kali!” omelku.
“Maaf…” kata Axel melepaskan pelukanku. Akupun terjatuh dari pelukan.
“Sekarang masalah sudah selesai. Saatnya istirahat…” kata Panji.
“Kalo udah waktunya istirahat, berarti ini saatnya untuk makan siang.” Tambah Hadi.
“Bukannya berenang dulu? Hadi?” tanya Axel dan Misbah.
“Kalo berenang didahulukan, bahaya. Kalian bisa tenggelam karena kelaparan.” Kata Yasuhiro.
“Sebaiknya makan dulu. Ayo…” sahut Panji yang sudah berada di meja makan.
Aku dan member TMZI lainnya segera menuju meja makan dan mengambil makanan yang sesuai selera kami. Aku kaget saat Axel berada duduk di hadapanku. Bahkan menu di makananku juga sama. Aku heran sejak kapan ia mengikutiku, padahal aku baru berbaikan padanya 2 menit yang lalu, pikirku. Aku mengambil botol saus sambal pedas dan mengoleskannya pada selada segar yang aku ambil juga. Ternyata dia juga meminta botol saus yang aku pegang dan mengoleskannya pada selada juga. Aku heran dengan apa yang dia lakukan.
“Kenapa?” tanya Khalil.
“nggak ada apa-apa, Khalil…” jawab Amir sambil makan.
“bukan itu, Mir. Celanamu kemana?” tanya Khalil lebih jelas.
Mendengar pertanyaan itu, semuanya tertuju pada Amir dan melihat ia hanya memakai celana boxer. Kontan saja itu membuatku dan Axel cekikikan. Lalu Yasinta melihat sesuatu yang tersangkut di kepala Aulil.
“yang di kepala bang Aulil itu apa??” Kaget Tribe King dan Faiz.
“Haaah??” seru semuanya melihat kepala Aulil yang ternyata…
“kok celanaku bisa ada disitu??” kaget Amir.
“Ada apa ya?” tanya Aulil heran.
“Alamak, kenapa pula celana Amir kat kepala Bang Aulil?” Gumam Firdaus.
“Kenapa Bang Aulil atau Amir bisa nggak sadar ya?” bisik Septian dan Axel garuk-garuk kepala.
Aku dan Khalil hanya menepuk wajah dengan perasaan heran, kenapa kejadian tersebut baru disadari sekarang.
Sore harinya, aku duduk sambil melanjutkan gambaran yang sempat tertunda kemarin. Aku tak menyadari kalau Axel sudah berada di belakangku dengan alat-alat gambar yang sama denganku.
“garisnya terlalu tebal, sebaiknya pensilmu diraut.” Katanya mengejutkan.
“Axel?” kataku.
“Ide kamu bagus, aku mau tau gimana rahasianya.” Kata Axel ingin tahu.
Aku terdiam sesaat lalu aku bicara.
“maaf, aku tak bisa membuka semua itu padamu.” Kataku kembali ke Camp.
“Dila!! Tunggu!!” seru Axel.
“apalagi??” Jawabku.
“Sendalmu ketinggalan.” Katanya menyodorkan sendalku yang sempat aku tinggal di tepi pantai.
“Makasih.” Kataku merampas sendal itu dengan perasaan kesal.
Malam harinya, aku tidak bisa tidur. Entah apa yang ada di pikiranku. Ditambah, aku yang sedang berada di toilet wanita mendengar suara lelaki yang sepertinya suara Axel. Dari suaranya, pasti ia sedang menelepon seseorang, sepertinya ia menelepon keluarganya. Dan saat ia menutup telepon, akupun menghalanginya.
“Kamu ngapain disini?” tanya Axel.
“Justru aku mau bilang itu dengan kamu. Dan kamu sepertinya nggak tahu satu hal.” Kataku sinis.
“Apa?” tanya Axel penasaran.
“Kamu salah toilet! Ini toilet wanita.” Kataku menarik Axel sambil menunjuk tulisan toilet wanita didepan pintu toilet.
Mendengar omelanku, Axel langsung lari sambil menahan malunya. Lalu aku melihat lampu neon di lorong koridor Camp berkedip-kedip seperti lampu disko.
“Pantes aja katanya banyak anak lelaki terjebak di toilet ini.” gerutuku melihat lampu sementara Axel masuk ke kamar lelaki. Lalu sesaat kemudian…
“Dila? Tadi ada apa?” tanya Panji.
“Tidak ada Kak, seperti biasa, ada cowok salah masuk toilet.” Kataku masih menghadap lampu.
“Bener apa yang dibilang Chef Juna dan John tadi siang. Bisa jadi itu penyebabnya.” Gumam Panji ikut melihat lampu.
“Kenapa gan Axel? Kayak abis liat hantu.” Tanya Pandu yang SMS-an dan Haekal sedang bermain “Megaman X8” di laptop Khalil.
“Lebih parah dari itu. Aku nelpon di toilet, nggak taunya toilet wanita yang aku masuki. Untungnya hanya Dila yang ada disitu. Coba kalo Peni, Yasinta, Satia, atau cewek lain yang masuk.” Kata Axel sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.
“Gelap sih, kalo nggak hati-hati, malah kita yang salah masuk.” Kata Amir sibuk dengan Ipad-nya.
“Bener, Mir. Radifan sampe 2 kali salah masuk toilet.” Tambah Khalil dan Septian menggambar.
“Hah? Bener Fan?” tanya Axel pada Radifan.
“Lebih parah dari kamu, Axel Aeniv Lymphos! Aku sampe dilemparin sampah dan botol plastik. Bahkan sepatu dan kecoa juga.” Jawab Radifan trauma.
Axel langsung pingsan dan tepat terjatuh di kasurnya sendiri mendengar cerita Radifan. Amir, Pandu, dan Septian heran dengan tingkah Axel yang belakangan agak aneh.
“Kita tidur yuk.” Kata Amir mematikan lampunya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar