Hingga hari itu tiba…
“Dan sekarang adalah penampilan modern dance dari TMZI
Club. Kami harap semua sudah siap.” Kata Yasuhiro dan Muhamad Virgiawan
membawakan acara.
Satu-persatu, semua personil Dance naik keatas pentas, termasuk
Axel dan aku. Lalu Radifan menyetel musik pengiring* dance yang sudah
diputuskan semalam sebelumnya.
Aksi Dance mereka mengundang kagum penontonnya. Perpaduan gerakan Axel dan aku
membuat mereka ingin mengabadikan gerakan dance tersebut dengan kamera
handphone mereka. Setelah Aksi mereka selesai….
“Wah, Dance kalian hebat.” Kata Panji memuji kami.
“Ah, nggak juga.” Kataku.
“Padahal cuma dancer amatiran…” tambah Axel.
“Iya. Tapi yang jelas kita sudah melewati Jambore ini
dengan penuh kejutan.” Jelasku.
“Kamu benar…” kata Radifan membenarkan.
“Dan mulai dari kita datang di Jambore ini hingga
selesai, kita selalu melihat Axel dan Dila selalu berdekatan dan berpegangan
tangan seperti orang pacaran.” Sindir Amir.
“Ahaaay, ada apa dengan kalian…?” tanya Septian, Peni,
dan Yasinta menyindir kami.
Khalil, Amir, dan Dwi merengut mendengar sindiran itu. Lalu kami
saling berpandangan dan melepaskan tangan kami….
“HEEEH!!” seru kami berdua.
“Axel Aeniv Lymphos!” ejekku.
“Dila Muniarty!!” katanya balik mengejekku. Lalu dia lari
dan akupun menyusulnya.
“Eh, kembali!!” kataku jengkel.
“Dila…Dila….Axel….Axel…” kata Satia memegang tangan
Septian.
“Satia…lepasin ah…” omel Septian.
Sore harinya saat Khalil dan Axel sedang berenang…
“Axel, apa kamu masih memikirkan Dila sampai sekarang?”
tanya Khalil.
Axel hanya diam.
“Axel? Kenapa kau tidak jawab pertanyaanku?” tanya Khalil
heran.
Axel terus saja mengabaikan apa yang dikatakan dan
ditanyakan Khalil padanya. Lalu Khalil meninggalkan Axel sendirian.
“Maaf, Khalil. Aku tak bisa mengatakan itu padamu. Tapi…”
gumam Axel termenung lalu tiba-tiba tenggelam. Septian yang tadinya ingin
memancing melihat Axel sudah tenggelam. Lalu ia berteriak minta tolong sambil membawa tubuh
Axel yang berat. Mendengar teriakan Septian, semua peserta Jambore berlari
menuju pantai. Akupun segera menolongnya
dengan memberikan napas buatan untuknya. Lalu Axel sadarkan diri.
“Bilang sesuatu.” Kataku meniru Panji.
Namun ia hanya tersenyum.
“Makasih.” Katanya melemah dan terbatuk-batuk karena
meminum air terlalu banyak. Lalu kembali tak sadarkan diri karena kelelahan
menyelamatkan diri didalam air.
Malam hari sebelum Jambore ditutup keesokan harinya…
“Dil, apa kamu memang punya perasaan dengan Axel.” Tanya
Yasinta padaku.
“Sebenarnya iya, saat aku melihat gambarnya yang
sebetulnya bagus banget. Tapi kalo diajak ngomong, dia kayak nggak mau tau
omonganku. Tapi apa dia tau perasaanku?” ujarku.
“Mungkin itu perasaanmu saja, Dil.” Tambah Satia.
Sementara itu di tepi pantai saat angin sedang kencang…
“Dia mungkin suka dengan kamu. Tapi nggak dia utarakan
sekarang.” Kata Amir.
“Amir bener tuh, Axel. Kenapa kamu nggak bilang langsung
aja?” tambah Radifan dan Pandu.
“Aku dan dia lain keyakinan. Jadi aku tetap mengabaikan
perasaannya…” bantah Axel.
Khalil hanya terdiam.
“Aku tahu cinta tak mengenal siapapun atau apalah. Tapi
ini berkaitan dengan keluargaku, kalau keluargaku tahu apa yang aku lakukan
padanya.
What Should I Do?”
Amir dan Radifan ikut terdiam.
“Sudahlah, aku mau tidur…” katanya pergi meninggalkan Amir,
Radifan, Haekal, Pandu dan Khalil di Pantai. Dan tidak menyadari ia
melewatiku yang akan menuju ke pantai.
Axel melihat Camp
lelaki tidak ada siapa-siapa. Iapun mengunci pintu dan langsung berbaring di
tempat tidur dengan wajah yang mulai menangis.
“Tuhan, ada apa
denganku?” katanya dalam hati sambil menghapus semua airmata yang terus
bercucuran.
Lalu di luar,
Yasuhiro, Muhamad Virgiawan, dan Panji curiga dengan pintu Camp lelaki yang
dikunci Axel karena mendengar Axel menangis sendiri.
“Wah, dikunci…” kata
Muhamad Virgiawan.
“Axel! Kamu nggak
apa-apa?” tanya Yasuhiro.
“Bro!! Buka
Pintunya!! Aku tau kamu lagi sedih!” Seru Bram tiba-tiba datang.
“Haekal! Jangan
ganggu aku!!” seru Axel dari dalam.
“Lha? Aku bukan
Haekal…” balas Bram.
“TERSERAH!! YANG
PENTING JANGAN GANGGU AKU!!!” bentak Axel dari dalam.
“Wah, mau tak mau
kita harus mendobraknya!.” kata Bram.
“Semua
siap-siap…kalau aku udah kasih tanda. Kalian dobrak pintunya!” kata Panji. Bram,
Yasuhiro dan Muhamad Virgiawan melangkah mundur untuk mendobrak pintu.
“1…2…3… DOBRAK!!”
kata Panji mengomando.
Saat Bram, Muhamad
Virgiawan, dan Yasuhiro akan mendobrak pintu Camp. Axel yang bermaksud ke
kamarku membuka pintu dan melihat wajah Panji pucat.
“Kak Panji? Ada
apa?” tanya Axel keheranan kemudian melihat ke depan. Dan kaget saat melihat Bram,
Muhamad Virgiawan, dan Yasuhiro yang tadinya ingin mendobrak pintu Kamar Camp malah
akan mendorongnya. Axel tak sempat lari hingga…
GUBRAKKKK!!!
Panji melihat tubuh Axel
ditahan seperti pemain Rugby yang ditahan pemain lawannya. Aku yang mendengar
gemuruh itu langsung menuju Camp lelaki bersama Amir dan Khalil.
“Ada apa ini? kalian
kenapa?” kata Axel masih tertahan.
“Kak Panji! Kenapa
dia bisa jadi kayak begitu?” tanyaku.
“Anu…” kata Panji
terbata-bata.
Setelah Panji menjelaskan
semuanya.
“Jadi, kalian
mengira aku mau bunuh diri? Nggak, aku tadi merenungkan diri. Dan ingin ke
kamar Camp cewek, mau ngomong sesuatu dengan Dila.” Jelas Axel.
“Eh? Aku juga mau ke
kamarmu. Dan sebetulnya. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan dengan
orang tuaku kalau aku pulang nanti.” Kataku.
Semua terdiam…
“Semua peserta
Jambore dan yang lainnya… tolong rahasiakan ini dari orang luar.” Kata Panji.
“Baik!” seru Semua
ketua Klub masing-masing.
*Rokko Chan Soundtrack – Jet Man
Stage (8-bit Arranged)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar