12 Januari, 2013

A Journey Of TMZI : 9. Shadow of Heart


Hingga hari itu tiba…
“Dan sekarang adalah penampilan modern dance dari TMZI Club. Kami harap semua sudah siap.” Kata Yasuhiro dan Muhamad Virgiawan membawakan acara.
Satu-persatu, semua personil Dance naik keatas pentas, termasuk Axel dan aku. Lalu Radifan menyetel musik pengiring* dance yang sudah diputuskan semalam sebelumnya. Aksi Dance mereka mengundang kagum penontonnya. Perpaduan gerakan Axel dan aku membuat mereka ingin mengabadikan gerakan dance tersebut dengan kamera handphone mereka. Setelah Aksi mereka selesai….
“Wah, Dance kalian hebat.” Kata Panji memuji kami.
“Ah, nggak juga.” Kataku.
“Padahal cuma dancer amatiran…” tambah Axel.
“Iya. Tapi yang jelas kita sudah melewati Jambore ini dengan penuh kejutan.” Jelasku.
“Kamu benar…” kata Radifan membenarkan.
“Dan mulai dari kita datang di Jambore ini hingga selesai, kita selalu melihat Axel dan Dila selalu berdekatan dan berpegangan tangan seperti orang pacaran.” Sindir Amir.
“Ahaaay, ada apa dengan kalian…?” tanya Septian, Peni, dan Yasinta menyindir kami.
Khalil, Amir, dan Dwi merengut mendengar sindiran itu. Lalu kami saling berpandangan dan melepaskan tangan kami….
“HEEEH!!” seru kami berdua.
“Axel Aeniv Lymphos!” ejekku.
“Dila Muniarty!!” katanya balik mengejekku. Lalu dia lari dan akupun menyusulnya.
“Eh, kembali!!” kataku jengkel.
“Dila…Dila….Axel….Axel…” kata Satia memegang tangan Septian.
“Satia…lepasin ah…” omel Septian.
Sore harinya saat Khalil dan Axel sedang berenang…
“Axel, apa kamu masih memikirkan Dila sampai sekarang?” tanya Khalil.
Axel hanya diam.
“Axel? Kenapa kau tidak jawab pertanyaanku?” tanya Khalil heran.
Axel terus saja mengabaikan apa yang dikatakan dan ditanyakan Khalil padanya. Lalu Khalil meninggalkan Axel sendirian.
“Maaf, Khalil. Aku tak bisa mengatakan itu padamu. Tapi…” gumam Axel termenung lalu tiba-tiba tenggelam. Septian yang tadinya ingin memancing melihat Axel sudah tenggelam. Lalu ia berteriak minta tolong sambil membawa tubuh Axel yang berat. Mendengar teriakan Septian, semua peserta Jambore berlari menuju pantai. Akupun segera  menolongnya dengan memberikan napas buatan untuknya. Lalu Axel sadarkan diri.
“Bilang sesuatu.” Kataku meniru Panji.
Namun ia hanya tersenyum.
“Makasih.” Katanya melemah dan terbatuk-batuk karena meminum air terlalu banyak. Lalu kembali tak sadarkan diri karena kelelahan menyelamatkan diri didalam air.
Malam hari sebelum Jambore ditutup keesokan harinya…
“Dil, apa kamu memang punya perasaan dengan Axel.” Tanya Yasinta padaku.
“Sebenarnya iya, saat aku melihat gambarnya yang sebetulnya bagus banget. Tapi kalo diajak ngomong, dia kayak nggak mau tau omonganku. Tapi apa dia tau perasaanku?” ujarku.
“Mungkin itu perasaanmu saja, Dil.” Tambah Satia.
Sementara itu di tepi pantai saat angin sedang kencang…
“Dia mungkin suka dengan kamu. Tapi nggak dia utarakan sekarang.” Kata Amir.
“Amir bener tuh, Axel. Kenapa kamu nggak bilang langsung aja?” tambah Radifan dan Pandu.
“Aku dan dia lain keyakinan. Jadi aku tetap mengabaikan perasaannya…” bantah Axel.
Khalil hanya terdiam.
“Aku tahu cinta tak mengenal siapapun atau apalah. Tapi ini berkaitan dengan keluargaku, kalau keluargaku tahu apa yang aku lakukan padanya. What Should I Do?
Amir dan Radifan ikut terdiam.
“Sudahlah, aku mau tidur…” katanya pergi meninggalkan Amir, Radifan, Haekal, Pandu dan Khalil di Pantai. Dan tidak menyadari ia melewatiku yang akan menuju ke pantai.
Axel melihat Camp lelaki tidak ada siapa-siapa. Iapun mengunci pintu dan langsung berbaring di tempat tidur dengan wajah yang mulai menangis.
“Tuhan, ada apa denganku?” katanya dalam hati sambil menghapus semua airmata yang terus bercucuran.
Lalu di luar, Yasuhiro, Muhamad Virgiawan, dan Panji curiga dengan pintu Camp lelaki yang dikunci Axel karena mendengar Axel menangis sendiri.
“Wah, dikunci…” kata Muhamad Virgiawan.
“Axel! Kamu nggak apa-apa?” tanya Yasuhiro.
“Bro!! Buka Pintunya!! Aku tau kamu lagi sedih!” Seru Bram tiba-tiba datang.
“Haekal! Jangan ganggu aku!!” seru Axel dari dalam.
“Lha? Aku bukan Haekal…” balas Bram.
“TERSERAH!! YANG PENTING JANGAN GANGGU AKU!!!” bentak Axel dari dalam.
“Wah, mau tak mau kita harus mendobraknya!.” kata Bram.
“Semua siap-siap…kalau aku udah kasih tanda. Kalian dobrak pintunya!” kata Panji. Bram, Yasuhiro dan Muhamad Virgiawan melangkah mundur untuk mendobrak pintu.
“1…2…3… DOBRAK!!” kata Panji mengomando.
Saat Bram, Muhamad Virgiawan, dan Yasuhiro akan mendobrak pintu Camp. Axel yang bermaksud ke kamarku membuka pintu dan melihat wajah Panji pucat.
“Kak Panji? Ada apa?” tanya Axel keheranan kemudian melihat ke depan. Dan kaget saat melihat Bram, Muhamad Virgiawan, dan Yasuhiro yang tadinya ingin mendobrak pintu Kamar Camp malah akan mendorongnya. Axel tak sempat lari hingga…
GUBRAKKKK!!!
Panji melihat tubuh Axel ditahan seperti pemain Rugby yang ditahan pemain lawannya. Aku yang mendengar gemuruh itu langsung menuju Camp lelaki bersama Amir dan Khalil.
“Ada apa ini? kalian kenapa?” kata Axel masih tertahan.
“Kak Panji! Kenapa dia bisa jadi kayak begitu?” tanyaku.
“Anu…” kata Panji terbata-bata.
Setelah Panji menjelaskan semuanya.
“Jadi, kalian mengira aku mau bunuh diri? Nggak, aku tadi merenungkan diri. Dan ingin ke kamar Camp cewek, mau ngomong sesuatu dengan Dila.” Jelas Axel.
“Eh? Aku juga mau ke kamarmu. Dan sebetulnya. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan dengan orang tuaku kalau aku pulang nanti.” Kataku.
Semua terdiam…
“Semua peserta Jambore dan yang lainnya… tolong rahasiakan ini dari orang luar.” Kata Panji.
“Baik!” seru Semua ketua Klub masing-masing.











*Rokko Chan Soundtrack – Jet Man Stage (8-bit Arranged)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar