12 Januari, 2012

Sandy Season 6 Episode 2

Malam harinya, merekapun menuju ke rumah Ibu Ratih untuk mencari tahu misi apa yang akan mereka hadapi nanti.
“semuanya, dengarkan. Besok Sheila cs akan pergi ke desa ini. Mereka mendapat jejak baru yang ditinggalkan Karina.”
“benarkah?”
“iya. Disaat itu juga, Nenek Siti juga akan pulang ke Desa ini bersamaan dengan Sheila cs dari Jepang. Memang 5 hari yang lalu Tsunami menghantam Sendai. Itu saja, sekarang bubar.”
“baik.” Sandy cspun membubarkan diri.
Keesokan harinya, sebuah bus memasuki komplek Desa Kijing. Semua warga bersiap untuk menyambut orang-orang di dalam bus tersebut termasuk Sandy cs. Dari dalam bus muncul Sheila dan teman-temannya, Sandy cspun segera menyambutnya dengan suka cita dan pelukan perjumpaan. Beberapa saat kemudian, muncul seorang nenek tua renta yang sedang mencari cucu kesayangannya. Deny dan Mistin yang melihatnya langsung memeluk neneknya tersebut.
“Deny, ternyata kau bisa seramping ini setelah 6 tahun nenek tidak menemuimu.”
“dietnya berhasil, Nek.”
“nenek ingat saat kamu masih suka Daging sapi yang dipanggang dengan garam laut.”
“sekarang Deny tidak makan daging merah lagi, Nek.”
“Nenek Siti ya? Perkenalkan kami teman-temannya Deny. Aku Sandy.”
“John.”
“Fadly.”
“Rista.”
“Mistin.”
“Nadine.”
“Rully.”
“Willy.”
“Reno.”
“Aji.”
“Indra.”
“oh, kalian. Dulu hanya 10 orang, tapi kemana Sammy dan Andra?” tanya nenek Siti pada Sandy cs.
Sandy cspun terdiam sejenak, namun akhirnya mereka mengatakannya.
“mereka gugur dalam pertempuran.”
“mereka sungguh berjasa melindungi Desa Kijing sampai mereka menemui ajalnya.”
“itulah mereka, nek.”
“eh ngomong-ngomong Ibu Ratih kemana ya?”
“saya disini, Bu.”
“oh disitu kau rupanya.” Nenek Sitipun langsung memeluk Ibu Ratih erat-erat.
Merekapun bubar dan mempertemukan nenek Siti ke markas ketua clan Irukazeru. Ketua clan yang bernama Masrori langsung memeluk bibinya yang sudah tua renta.
“ternyata bibi baik-baik saja, aku khawatir dengan keadaan bibi. Kudengar orang tua Deny dikabarkan meninggal.”
“iya nak, bibi memutuskan untuk tinggal disini setelah bertahun-tahun tinggal di Jepang.”
Melihat mereka kembali bertemu, Sandy dan Fadly ikut menangis terharu karena mereka juga teringat dengan keluarganya.
“eh, Sandy, Fadly, kalian kenapa ikut menangis?”
“kami jadi teringat dengan keluarga kami yang telah lama meninggalkan kami.” Kata Sandy dan Fadly dengan mata berkaca-kaca.
“sudahlah, simpan dulu hal tersebut nanti. Sekarang kita akan urusi Sheila cs.”
“yuk.” Merekapun segera membawa Sheila cs menuju ke rumah Sandy cs. Sheila cspun segera menyimpan barang bawaan mereka dan mengajak Sandy cs berjalan-jalan di sekitar Desa Kijing. Malam harinya mereka diajak ke warung Mang Udin yang kebetulan sedang sepi pelanggan.
“Mang Udin!” seru Fadly.
“eh, kamu Fadly. Nggak biasanya sepi kayak gini. Rugi hari ini.”
“Mang Udin, kita bayarin semuanya aja. Kita ‘kan juga mau makan disini.” Kata Sanny
“eh kalian ini...”
“Tenang aja biar kita yang bayarin.” Tambah Richie.
“beneran nih??”
Richie dan Sanny hanya mengangguk.
“kalau begitu ya sudahlah. Terserah kalian. Mang Udin, Bubur Pedasnya...”
“22, Mang!!” seru Sandy cs dan Sheila cs bersamaan.
“Haaah??!!!” kaget Fadly dan Mang Udin.
“Itu Berarti, 1 mangkok = Rp 2.000. berarti 22 mangkok...HAH!!! JADI Rp. 44.000??!!” pikir Fadly.
“eh, kalian! Yang benar saja mau pesan bubur pedas sebanyak itu? Semuanya Rp 44.000. Fadly sekarang saja sedang tidak punya uang sebanyak itu.” Ujar Fadly kesal.
“kan sudah kubilang. Kami yang akan membayarnya.” Sergah Sanny.
“Hey! STOP IT!” kata Sheila melerai.
“kalau kau punya uang sebanyak itu. Ya, lihat saja nanti. Ayo dimakan.”
Merekapun memakan bubur pedas yang ditraktir Sanny. Tak terkecuali Fadly yang cemberut terhadap Sanny. Setelah dihitung, ternyata benar, Sannylah yang membayar semua bubur pedas tersebut. Fadlypun baru mempercayainya.
“Sanny, maaf ya soal yang tadi. Dan makasih udah dibayarin semuanya.”
Lalu tiba-tiba, ponsel Rista berdering.
“Halo? HAH? Nanti akan diadakan breaking news? Kenapa? Oh begitu ya? Ya udah aku akan datang sekarang.” Lalu iapun menutup teleponnya. Disaat yang hampir bersamaan, Ranita mendatangi Sandy cs dan Sheila cs.
“Sandy! Kau dipanggil Ibu Ratih sekarang juga!”
“ada apa?”
“sesuatu telah terjadi di Pulau Dato. Tapi jelasnya, lebih baik kau yang menemuinya.”
“Baiklah!!”
“yang lainnya tunggu saja nanti. Do You understand Sheila?”
Sandy cs dan Sheila cs mengangguk.
Siang hari, Sandy dan Ibu Ratih sampai di pulau Dato jauh sebelum tim berita datang.
“lihat apa yang mencurigakan disini!.”
Sandypun mengerti maksud Ibu Ratih. Merekapun mengelilingi dan mencari sesuatu yang mencurigakan di pulau yang di pinggirannya terdapat mercusuar tua. Belum 5 menit mencari Sandy tiba-tiba muncul dengan wajah ketakutan.
“ada apa Sandy?”
“Ma...ma...Mayat.” kata Sandy gagap campur takut.
“dimana?”
“disana.” Jawab Sandy sambil menunjuk ke arah puncak mercusuar.
“baiklah, ayo kita lihat.”
Merekapun berlari menuju puncak mercusuar. Sesampainya disana, mereka terkejut saat melihat wajah yang 10 tahun lalu sering mengajak John ke pulau itu mati menjadi kerangka manusia. Lalu Ibu Ratih menelepon polisi, tim penyidik, tim Forensik, detektif dan Rully untuk menyusul ke Pulau Dato.
Sementara itu, di Desa Kijing John dan Fadly bingung dengan apa yang sebenarnya Sandy dan Rista hadapi sesungguhnya. John tidak menyadari ada sebuah bola voli akan menimpa kepalanya dari belakang. Namun dengan sigap, Aji melindungi John dari serangan kecil tersebut. Ajipun meringis kesakitan di kepala belakangnya.
“Ada apa Ji?” tanya Fadly.
Namun, tiba-tiba seorang pemuda mengambil bola voli tersebut.
“maaf ya, kalian tidak apa-apa?”
“nggak apa-apa kok. Cuma luka lecet sedikit.”
Lalu pemuda itu kembali lagi ke lapangan voli tempat teman-temannya bermain. Lalu mereka melihat keadaan Aji.
“kamu tidak apa-apa?” tanya John dan Fadly bersamaan.
Namun terlihat ada darah mengalir di hidung Aji. Tentu saja itu membuat John dan Fadly kaget setengah mati. Johnpun mengambil ponselnya dan menghubungi Nadine. Sementara ia menggunakan jurus pemulihan untuk memulihkan luka di hidungnya. John akhirnya terhubung dengan Nadine.
“Halo, Ada apa John?”
“sebaiknya kamu kesini deh. Aji mimisan setelah ia kena serangan bola voli.”
“HAH! SEKARANG BERITAHU NADINE. Posisi kamu dimana, kamu dengan siapa, dan kalau ada Fadly, suruh Fadly untuk...”
“dia sedang memulihkannya. Tenang saja.”
“kalau begitu aku akan kesana.”
“baik.” Iapun menutup teleponnya. Lalu iapun berbicara pada Fadly.
“Fadly, kita harus tunggu Nadine.”
Fadlypun hanya mengangguk.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar